Selasa, 13 Maret 2012

Terbang Tenggelam

Dear M: Kamulah arti itu

Hilang arti adalah ketika dalam dekat yang rapat kita tak saling memiliki rasa kebersamaan itu
Hilang arti adalah ketika ketiadaanmu tak lagi menggelitik getar rindu
Hilang arti adalah... tanpamu
Dan, sungguh berarti... bisa mencintaimu;
karena kamu lah arti dari setiap sedihku yang terisak -
Moammar Emka
Setelah berbulan-bulan tidak pernah berbagi cerita, akhirnya saya kembali lagi dengan sebuah cerita baru. Cerita ini saya kemukakan mewakili perasaan perempuan-perempuan yang ditinggalkan begitu saja oleh pasangannya (baca: pacar). Baiklah, ini adalah cerita dari salah satu teman terdekat saya...

W (Woman) : Kamu kenapa? Aku ngerasa kamu beda banget ahir-akhir ini
M (Man) : Aku... Aku cuma ngerasa ga comfort aja buat pacaran akhir-akhir ini
W (Woman) : (dude... was that? sh*t!)


Hanya penggalan itu yang terus terngiang-ngiang di benak saya ketika mendengarkan teman saya bercerita mengenai apa yang terjadi dengan hubungan mereka. Menurut saya, tentu saja di dalam suatu hubungan, pendapat bersama adalah hal yang paling dijunjung tinggi dalam menghargai satu sama lain. Terhenyak. Ini begitu menyakitkan bagi teman saya. Padahal, dapat dikatakan bahwa hubungan mereka masih terbilang begitu baru. Baru sekali. Sebagai teman dekat, saya tidak menyangka hubungan mereka akan berakhir dengan pernyataan sepihak. Bagi saya, sedari awal membangun suatu hubungan pastilah sudah terpikirkan "apa" dan "bagaimana" hubungan tersebut akan berjalan, bukannya tentang "kapan" dan "tepatnya waktu" untuk mengakhiri hubungan tersebut. Saya rasa, analoginya seperti berjalan di tempat, bahkan cenderung mundur ke belakang. Karena setau saya, teman saya begitu berharap akan hubungan mereka.

Saya masih teringat ketika dia dengan cerianya menceritakan kepada saya tentang pria ini. Senyumnya. Gerakan tubuhnya. Semuanya mencerminkan kebahagiaan. Saya pun pada waktu itu terbawa suasana bahagia yang dia sebarkan. Sebagai teman dekat, saya ikut menilai pria ini. Prinsipnya, apabila teman dekat saya bahagia, pasti saya pun akan terlampau dengan bahagia itu. Saya ingat, mereka selalu mengajak saya dalam berbagai kesempatan. Saya juga ingat, mereka berdua tampak baik-baik saja.
Namun, ternyata saya salah atau malah terlalu cepat dalam menilai. Teman dekat saya, teman yang selalu bersama saya dalam keseharian tiba-tiba seperti dirundung masalah. Saya ingat betul, waktu itu saya pernah melontarkan pertanyaan, "Kamu kenapa? Lagi ada masalah sama dia yah?" Ketika itu, teman dekat saya langung mengalihkan dengan hal lain. Saya tau, dia selalu berusaha menyembunyikan sedihnya. Tapi, saya tidak dapat dibohongi oleh sorot matanya. Sendu. Tatapannya terlihat penuh harap tanpa kepastian.

Sore itu, dia tiba-tiba menyender di bahu saya. Saya rasakan hangatnya air yang jatuh di kemeja saya. Air mata? Saya tertegun. Saya tidak berani bertanya apa pun. Saya diam. Dalam diam saya berdoa bahwa tangisan ini bukanlah tangisan hampa. Lama saya menunggu. Pelan-pelan saya mendengar isakan kecil. Lalu isakan tersebut bergetar seiring dengan pelukan menghambur kepada saya. Dengan segera saya merangkulnya. Belaian tangan saya dirambutnya membuat isakan dia semakin terdengar. Pada saat itu saya tau, bahwa dia menahan sesuatu. Sesuatu yang berusaha dia keluarkan. Lalu, perlahan-lahan dia membuka suara. Dia bercerita...

Hati teman dekat mana yang tidak hancur mendengar pernyataan-pernyataan tersebut. Dalam ceritanya saya ikut mengeluarkan air mata. Saya tertegun. Saya ikut merasakan bagaimana perasaan dia saat itu. Dan berusaha mengartikan apa maksud dari pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oleh pasangan dia. Apakah semudah itu mengucapkan pernyataan yang membuat pasangan kita menjadi sangat tidak berarti?

Di dalam perjalanan pulang, saya mendengar dia bersenandung pelan. Bersenandung terus menerus diselingi oleh isak tangis yang masih tidak kunjung berhenti. Saya masih ingat betul lirik dari senandung tersebut. Ya, lirik ini kesukaan teman dekat saya. Lirik ini sering sekali juga disenandungkan oleh... pasangannya.

Hey Mr. Curiosity.. Is it true what they've been saying about you..
Are you killing me? You took care of the cat already and for those who think it's heavy
Is it the truth? Or is it only gossip?
I'm looking for love this time
Sounding helpful, but it's making me cry
Love is a mystery..
Mr. Curious.. Come-back-to-me
Jika harus tersakiti seperti ini, saya yakin dia pasti tidak akan mau memulai semua ini sedari dulu. Maafkan saya karena tidak menjadi teman yang baik. Dibalik segala duka, pasti tersimpan hikmah yang bisa kita petik pelajarannya. Dibalik segala duka, pasti tersimpan hikmah yang akan menguatkan kita pada cobaan hidup selanjutnya.
Untuk teman dekat saya, kekuatan itu ada di dalam diri kita sendiri. Setiap manusia bisa terluka dan menangis, tapi yang paling penting dari semuanya adalah setiap manusia pasti bisa mengambil hikmah dari semua cobaan hidupnya. Ibaratkan saja semua seperti terbang dan tenggelam.

"Loneliness provokes inquietude to come and go. It sips my solitude in an endless dream."

♥dinadinc

Jumat, 19 Agustus 2011

Diary untuk Udik.

Selamat malam.
Mungkin beberapa dari kalian yang sering mengunjungi blog saya tau bahwa saya adalah seorang penulis. Penulis diary, tepatnya. Kalau boleh di kilas balik, saya sudah menulis sejak di bangku SD. Tulisan-tulisan itu tersusun rapi di dalam sebuah buku kecil yang lazim disebut diary. Walaupun buku itu terorganisir dengan baik, tetapi saya yakin, penggunaan kata yang terdapat dalam buku tersebut tidaklah se-rapi dan se-organisir (eh?) bukunya. Banyak sekali kata-kata yang saya tuliskan sekenanya saja, tanpa memperhatikan kaidah tanda baca maupun makna. Namanya juga anak kecil, bukan begitu?
Ketika saya pindah ke Bandung untuk perkuliahan, buku-buku diary saya pun turut serta menemani. Kenapa? Karena sangat amat tidak memungkinkan apabila buku-buku itu saya tinggal. Banyak sekali hal-hal yang sepertinya tidak ingin saya bagi dengan orang lain, kecuali diary itu. Alhasil, buku-buku diary itu tersusun rapi di dalam lemari kecil di kamar kos saya.

Waktu itu saya sedang merapikan novel-novel saya yang tersusun berantakan. Satu per satu saya bereskan. Tiba-tiba saya melirik tumpukan diary itu. Saya bertanya dalam hati, "Apa kabar ya diary-diary yang penuh dengan kenangan masa lalu saya?"
Tanpa berpikir panjang saya mengambil buku diary pertama saya. Warnanya ungu. Ukurannya tidak lebih besar dari buku organizer yang biasanya dimiliki anak kecil. Mungkin umur diary itu sudah 14 tahun terhitung dari saya berumur 6 tahun. "Waw!", dalam hati saya bergumam sendiri.
Saya membaca hari demi hari yang ditulis di dalamnya. Tidak satu hari pun yang tidak membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Hal-hal yang ditulis di dalam diary itu sungguh menggelikan, mulai dari menu sarapan yang tidak sesuai keinginan saya, sehingga saya ngambek dan berlari-lari keliling rumah, sampai cerita ketika saya berkelahi dengan kakak kelas laki-laki saya. Ckckckckck...

Satu per satu buku diary itu saya baca, sampai akhirnya saya membaca buku diary ini.

10 Agustus. Namanya Mr. X atau biasa dipanggil "Udik". Umur perkenalan kita sudah lebih dari tiga tahun. Gue gak terlalu ingat gimana awal perkenalannya, tapi yang paling gak bisa dilupa adalah saat dia yang selalu tiba-tiba ninggalin gue.
Dimulai dari tahun pertama, intens berkomunikasi membuat gue jadi tertarik sama dia. Tapi, dengan sangat tiba-tiba dia menghilang begitu saja dan dekat dengan perempuan lain. Perasaan gue? Nyantai aja.
Tahun kedua, dia kembali datang di hidup gue seperti membawa angin segar. Sejujurya, gue belum pernah ketemu dia sama sekali. Tapi, lagi dan lagi, hari terakhir gue berhubungan sama dia, dia membuat pengakuan kalau dia kembali ke perempuan lain. Gue agak lupa kronologisnya. Waktu dia membuat confession seperti itu, kebetulan gue lagi di salah satu tempat spa. Pada saat itu juga, gue langsung membenamkan kepala ke dalam bathtub. Berharap semua hanya mimpi. Gue hanya bisa diam, tanpa meminta konfirmasi.
Ternyata dua kali dalam dua tahun itu tidaklah cukup. Setelah menjauhkan diri dariya, tiba-tiba sore itu gue melihatnya kembali. Dia memfollow twitter gue. Itu membuat gue sedikit terhenyak dan kembali meluap serta meletup-letup semuanya yang masih tersimpan dengan rapi ini.
Setelah berpikir dengan baik, akhirnya gue memutuskan untuk kembali menjalin silahturahmi. Hanya itu niatnya. Satu per satu timeline dia gue baca, kembali gue terperangah. Inilah kalimatnya:
"Oh Dinc, where are you now?"
Dan ada beberapa lagi dari timeline-nya yang sepertinya terkoneksi dengan kalimat sebelumnya.
Entah disengaja atau tidak, dalam hitungan sepersekian menit kalimat itu hilang seiring dengan gue meng-accept akun dia.
"Dia memulai semuanya lagi", begitu pikir gue. Respon dingin kerap gue lontarkan di awal komunikasi ini. Tetapi, semuanya berjalan dengan baik. Sangat baik. Sosoknya yang tidak pernah gue temui, rasanya begitu melekat. Seperti tidak ada jarak.
Satu hari, dua hari, tiga hari, semuanya berjalan lancar.
Lima hari? Enam hari? Tujuh hari?
"Ada apa ini?", gue kembali bergumam.
Apakah tujuh hari merupakan jumlah yang lama untuk dia dapat meninggalkan gue kembali? LAGI? Benarkah?
Percaya pada kenyataan merupakan hal yang sulit pada saat ini.
Hati yang sudah benci membatu, lambat laun terkikis dan hancur. Semuanya kembali ke keadaan dimana gue dapat menerimanya, tetapi dengan mudah kembali dia hancurkan?
"Ada apa ini, Tuhan?"
Sampai detik ini pun gue gak tau apa alasannya dan mungkin gue gak akan tahu. Tampaknya ini sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya.
Pengecut? Munafik? Jelas itu bukan urusan gue.
Yang jelas, hari-hari gue kembali jatuh! Asal dia tau! Dan dia cukup tau!!


Begitulah.
Silahkan kalian tentukan sendiri, apakah ini FAKTA atau FIKSI?
:)

♥dinadinc




Selasa, 07 Juni 2011

Diary of May 2011









Mei tahun ini adalah Mei terbaik yang pernah saya alami, how's yours? :)
♥dinadinc

Sabtu, 04 Juni 2011

Dare Yourself Like I Did



Penghujung Mei adalah salah satu hari yang bersejarah untuk saya. Hari itu tepat pada tanggal 29 Mei 2011, saya memutuskan untuk memberanikan diri memotong pendek rambut saya. Semula rambut saya sudah sepinggul kurang lebih panjangnya. Apa alasannya? Simpel. Jawabannya adalah GERAH. Gerah karena udara di Bandung yang sudah tidak sedingin yang diceritakan orang, gerah karena PA yang tidak kunjung usai, gerah karena individu yang ini menuntut itu, sedangkan individu yang itu menuntut ini. CKCKCK! Gerah kan?
Begitu saya datang ke salon langganan saya, terlintas untuk mengurungkan niat memotong pendek rambut. Tetapi, entah kenapa sejujurnya saya tertantang untuk mencoba hal yang baru. Sekedar informasi, saya memanjangkan rambut dimulai ketika saya duduk di kelas 2 SMA. Di jaman SMA-lah saya baru mengerti yang namanya "penampilan". Hahaha..
Hoplaaaa.... Setelah waktu bergulir sedemikian cepatnya, tiba-tiba saya bercermin dan seperti melihat sosok yang lain. To be honest, saya sangat menyukai penampilan saya yang sekarang. More fresh, more young, and ehhm... more sexy (forget it). Senyum saya spontan terlihat jelas di kaca itu pertanda saya puas akan keberanian saya sendiri. Memang benar kata banyak wanita bahwa rambut adalah mahkota perempuan. Tetapi, tidak harus rambut panjang kan yang bisa dianalogikan sebagai mahkota yang indah? Rambut pendek pun dapat menjadi mahkota. Intinya adalah bagaimana kita merawat rambut kita sedemikian rupa sehingga layak ditahtakan sebagai mahkota :)
Banyak sekali respon dan ekspresi dari teman-teman saya. Mulai dari "Oohh", "Waw", "Ih", "Loh?", "Dinaaaaaaaa?" sampai "Lo lagi out of control yah?"
Hey meeennn Imma doin really fine for sure. I just wanna somethin new. Something really recent new. Dan, tidak banyak perempuan yang berani untuk memotong pendek rambutnya setelah sekian lama memiliki rambut panjang. Tidak percaya? Coba saja tantang diri kamu sendiri untuk melakukannya (wanita berambut panjang). Sometimes, people can only judge other without dare herself. Oh life it's so poor, ya know :)

Apa yang bisa saya bagi disini adalah bagaimana mengumpulkan keberanian untuk melakukan sesuatu. Jangan pernah takut untuk mencoba. Karena dengan tidak mencoba, maka kita tidak akan tau apa yang terjadi. Jangan hanya tinggal di comfort zone, karena itu akan membosankan, entah untuk sekarang atau suatu saat nanti. Dan satu lagi, jangan pernah takut untuk dicemooh orang lain. Mereka seperti itu karena ada 2 faktor menurut saya, pertama karena mereka masih tertegun dengan perubahan kita atau ehm... mereka sirik dengan perubahan kita hehehe. Perubahan yang positif itu bagus kok. Jadi, jangan pernah takut untuk mencoba yaaaaaa... Saatnya berubah. Come on :)

♥dinadinc

Rabu, 01 Juni 2011

Biasa Pasti Luar Biasa

Selamat malam. Ditemani dinginnya malam hari di tanah Pasundan, saya akan memulai menggoreskan kata-kata yang terlintas di otak saya. Saya memang bukan seorang penulis handal yang membutuhkan kerangka karangan untuk membuat suatu tulisan, sehingga tulisan tersebut tetap di jalurnya dan klimaksnya cerita dapat tertuang dalam alur yang tepat. Saya hanyalah seorang mahasiswi biasa yang memang menyukai berbagi cerita melalui rangkaian kata-kata yang sebut saja itu adalah sebuah tulisan. Hobi menulisa sayaa terhitung sejak saya duduk di bangku SD. Hingga detik saya menulis ini, saya masih rajin tiap harinya menceritakan kejadian sehari-hari saya di dalam sebuah diary. Menurut saya, bukanlah hal yang memalukan untuk menulis di dalam diary. Tidak sedikit orang yang menertawakan saya ketika mereka tau bahwa saya selalu rutin menulis di dalam sebuah diary. Bagi saya, menulis di sebuah apa pun itu wadahnya, sama saja. Kebetulan saja saya membukukannya di dalam sebuah diary. Dikarenakan saya tetap membutuhkan privacy, dimana saya bisa mendapatkan kenyamanan ketika menulis secara gamblang tanpa ada seorang pun yang tau, maka diary yang saya miliki pastinya mempunyai kunci serta gembok sekaligus hehehe..

Di malam yang larut ini, saya tidak akan menceritakan hobi menulis saya. Lebih tepatnya saya akan mengungkapkan pendapat saya akan satu hal yang dalam beberapa waktu ini terus menjadi bahan pemikiran saya. Banyak sekali orang yang meremehkan kemampuan orang lain tanpa berkaca pada dirinya sendiri. Kalimat saya terdengar arogan, namun kita tidak bisa menutup mata akan hal tersebut. Sejujurnya, saya amat sangat tidak menyukai ketika seseorang meremehkan kemampuan orang lain dalam konteks apa pun itu. Ketika seorang teman sekali pun yang melakukan hal itu, saya pastikan saya akan membungkam mulut saya untuk tidak larut dalam percakapan yang saya rasa hanya membuang waktu saja. Merendahkan kemampuan orang lain jelaslah bukan hal yang terpuji. Saya bahkan ingat betul bahwa semenjaak kita mengenal bangku sekolah, tidak pernah sekali pun diajarkan untuk melakukan hal tercela. Bukan bermaksud untuk menjadi naif, tapi saya bukanlah pribadi yang menyukai menggunjing orang lain. Mungkin banyak diantara kalian yang membaca artikel ini berlaku hal yang sama. Hidup ini hanya sekali, maka ada baiknya kita memaksimalkan diri kita untuk melakukan hal yang baik dengan tidak merugikan orang lain.

Di mata saya, orang yang terlihat biasa pasti memiliki potensi yang luar biasa di belakangnya. Jadi, jangan terburu-buru menjudge seseorang bahwasanya orang itu tidak memiliki kemampuan apa-apa. Setiap orang memiliki bidangnya masing-masing. Apabila orang tersebut memang terasa kurang di bidang yang kita kuasai, bukan berarti orang itu tidak dapat menguasai apa pun. Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya. Didasari pada hal tersebut, maka saya yakin setiap orang dapat mengolah otaknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang liar biasa. Bersainglah secara sehat. Berpikirlah secara logis. Berlakulah secara baik. Niscaya cinta dan kasih selalu ada pada diri kita.

Bagi kalian yang terlalu cepat meremehkan orang lain, posisikanlah diri kalian sebagai yang diremehkan. Rasakan bagaimana tidak enaknya menjadi pesakitan yang terus menerus dipojok-pojokkan. Layaknya sebuah roda yang teru berputar, maka hidup ini pun akan terus berdinamika seiring dengan berjalannya waktu. Berhati-hatilah. Apabila mereka yang kalian remehkan ternyata lebih berhasil daripada kalian, lalu mau ditaruh dimana muka kalian???

Dayeuhkolot, Jawa Barat

2 Juni 2011 2:14 a.m

♥ dinadinc
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 30 Mei 2011

Seminar Itu Telah Usai

Ketukan pintu itu membangunkan tidur saya yang nyenyak. Ternyata sudah pagi hari, bahkan matahari hampir tepat melayang-layang di atas kepala saya. Entah kenapa hari ini saya bangun sedikit lebih siang dari biasanya. Padahal, sudah menjadi rutinitas saya semenjak menjadi Mahasiswi untuk bangun tepat jam 7 pagi. Sedikit terkejut kepada diri sendiri karena sejujurnya ini menjadi sangat aneh untuk saya, seorang Dina. Dina yang biasanya jarang sekali bangun di siang hari ternyata pengecualian untuk hari ini.

Hari ini?

Sedikit tertegun melihat kalender yang ada di handphone saya dan sedikit terkejut dengan pertanyaan dari sahabat saya yang telah mengetuk pintu kamar, "Baru bangun?"
Hari ini adalah salah satu hari yang ditunggu oleh saya selama kurun waktu 4 bulan ini. Hari ini adalah hari dimana saya akan melaksanakan Seminar Proyek Akhir. Apa yang saya persiapkan sehari sebelum hari ini? Tidak ada selain pergi ke salon untuk memotong "hampir" habis rambut saya yang sudah panjang semenjak kelas 2 SMA. Untuk memberanikan diri memotong rambut sependek ini dibutuhkan keberanian yang besar, setidaknya untuk saya. Tapi, saya tidak akan menceritakan tentang potong rambut saya itu, tetapi saya akan sedikit berbagi kebahagiaan atas apa yang saya alami hari ini.

Hari ini?

Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, bahwa saya akan melaksanakan Seminar Proyek Akhir atau yang saya sebut sebagai eksekusi pertama. Kenapa eksekusi? Saya tidak mengerti ini sebuah tradisi atau asumsi, tetapi hampir semua teman-teman saya yang sudah lebih dulu melaksanakan seminar berpendapat bahwa:
  1. Seminar itu menakutkan
  2. Seminar itu membuat kita merasa kepala itu kaki, kaki itu kepala
  3. Seminar itu bikin kita mau pup terus
  4. Seminar itu bikin gak bisa tidur semalaman
  5. Seminar itu kalau bisa yaa jangan sampai pengujinya Pak Agus (hahaha itu menurut salah satu teman saya yang ternyataaaa diuji oleh Pak Agus)
Bagi saya, seminar itu adalah presentasi. Titik. Sampai H-1 saya belum merasakan nervous atau semacam itu. Saya masih asik membaca novel BEPE20, saya masih sempat pergi ke salon untuk nekat memotong pendek rambut, saya masih sempat makan nasi goreng jam 2 pagi. Lalu, apa yang saya siapkan untuk seminar itu? Saya hanya menyiapkan slide yang notabennya hanya selesai kurang dari satu jam. Disini dimaksudkan bahwa, membuat slide untuk seminar yang terbilang sangat penting ini setidaknya dibutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang saya lakukan. Slide saya terbilang apa adanya, dimana tidak ada persiapan khusus untuknya.

Tepat satu jam sebelum seminar itu dimulai, tiba-tiba perut saya seperti sehabis turun dari roaller coaster, kemudian seperti sehabis meminum obat pencahar yang dapat ditebak membuat saya bolak-balik ke kamar mandi seperti panggilan alam di pagi hari. Setidaknya saya selalu membawa sabun cair dan parfum kemana pun saya pergi. Jadi, situasi emergency seperti ini dapat diatasi dengan amat sangat baik. Hahaha.
Lima belas menit sebelum seminar dimulai, sahabat saya, Dewa, sudah heboh BBM saya menanyakan saya ada dimana. Saya yang mau seminar, tapi dia duluan yang sudah sampai di ruangan. Tampaknya dia heboh sendiri melihat saya belum menyiapkan apa-apa untuk di ruangan. Padahal, saya masih sibuk bolak-balik di toilet. Akhirnya, selain saya sudah lelah harus berkali-kali buang air, saya segera mencuci muka saya dengan sabun scrub yang saya bawa. Sesegera mungkin saya berlari ke lantai 2. Bukan karena di kampus saya tidak ada lift, melainkan saya takut dengan lift. Silahkan tertawa atau mencibir membacanya. Terkadang saya berpikir, badan dengan nyali saya amat sangat tidak sinkron.

Sembari mengambil napas panjang akhirnya saya sampai di depan ruangan eksekusi itu. Tidak berapa lama kemudian sahabat saya datang. Saya tahu dia pasti akan datang memberi dukungan. Kata dukungan dalam beberapa menit terakhir terngiang-ngiang di dalam otak saya. Beberapa sahabat saya tidak dapat dapat karena kesibukannya masing-masing. Sangat dimengerti karena saya paham tiap individu memiliki kesibukan tersendiri terlebih prioritas. Saya sempat agak sedih mengetahui salah satu sahabat yang saya harapkan kedatangannya sakit. Itu berarti kemungkinan dia untuk datang ke seminar saya kecil. Dan itulah kenyataannya. Sampai detik terakhir dia juga tidak kunjung datang. Cepat sembuh yah sahabatku :)

Oke seminar dimulai. Saatnya saya untuk menunjukkan kemampuan berkomunikasi saya. Hasilnya? Mengecewakan menurut saya. Banyak sekali junk words yang keluar dari mulut saya. Padahal sebagai mantan seorang announcer saya paham betul junk words adalah musuh terbesar sebagai broadcaster. Entah kenapa jantung saya berdegup lebih cepat dari biasanya, napas pun ikut tertahan, dan pikiran menjadi tidak fokus. Tetapi itu hanya diawal saja. Untungnya. Setelah seminar berjalan, lambat laun junk words itu berkurang sampai hilang. Setelah saya selesai mempresentasikan proposal Proyek Akhir saya, pertanyaan-pertanyaan seperti tidak henti-hentinya menghampiri saya. Begitu saya selesai menjawab, pasti ada saja pertanyaan berlanjut yang seakan-akan ingin menghentikan otak saya untuk bekerja. Saya ingat pesan teman saya beberapa saat sebelum seminar dimulai, "Hapal Ayat Kursi kan, Din? Kalau nanti gugup, baca itu aja yah". Beberapa kali saya membaca Al-Fatihah untuk menenangkan diri. Terutama ketika lidah saya sudah hampir terasa kaku.

Seminar berjalan dengan sangat baik dan lancar. Tetapi, dibalik itu semua ada rasa ketidakpuasaan yang muncul dalam diri saya sendiri. Walaupun saya mendapat nilai yang terbilang baik, yaitu di atas 80, tetapi saya merasa tidak maksimal dalam mempersiapkan diri sebelum seminar dimulai. Apabila saya mempersiapkan diri lebih baik lagi, saya yakin bisa mendapatkan nilai yang lebih baik lagi. Tapi, bukan hanya nilai yang saya incar. Prioritas utama saya adalah kepuasaan diri atas kemampuan saya dalam menguasai materi. Bagi saya, nilai tinggi hanyalah bonus semata, tetapi pengetahuan yang maksimal ada puncak dari pencapaian. Hari ini saya tersenyum bahagia tanpa senyum kepuasan. Jangan buru-buru mengatakan saya adalah orang yang tidak mensyukuri atas apa yang saya telah terima, tetapi setiap individu memiliki target akan suatu domain objek. Begitu pula saya. Tapi, hari ini membuat saya berjanji pada diri sendiri, bahwa senyum kepuasan itu akan saya rekahkan pada eksekusi kedua, yaitu Sidang Proyek Akhir. Saya harus yakin dan mampu akan kemampuan diri saya sendiri. Karena itu adalah salah satu modal awal dalam mengimplementasikan planning kita.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya yang tinggal begitu jauh disana, tetapi doa dan harapan mereka begitu dekat dan hangat untuk saya. Terima kasih juga saya ucapkan untuk kedua pembimbing saya. Tidak ada pembimbing satu atau dua di mata saya. Bagi saya, mereka, Bapak Agus dan Bapak Toufan adalah pembimbing SATU yang dengan sabar dan ikhlasnya membimbing saya dalam mengerjakan proposal untuk seminar ini. Sahabat-sahabat saya yang begitu saya cintai. Mereka bagaikan atmosfer yang melindungi bumi dari sinar matahari di luar sana. Begitulah analoginya bagi saya. Mereka melindungi saya dari ketakutan diri saya sendiri. Andry, Dimas, dan Grant adalah unpredictable guess. Kehadiran mereka membuat saya tersenyum lebar dan seakan menambahkan nyawa saya apabila dapat dianalogikan seperti sedang bermain Pepsi Man hahaha.

Untuk kalian yang akan melaksanakan Seminar, jangan lupa untuk menyiapkan segala sesuatunya dengan sangat baik yah. Jangan sampai ada yang membuat kalian menyesal di belakangan hari. Dan yang paling penting, jangan sampai meninggalkan ibadah kalian. Karena pilar utama itu akan menguatkan kita di setiap kondisi apa pun :)




♥dinadinc